Wednesday, September 2, 2015

Anatomi Regulasi Penyiaran Indonesia

Kita seringkali mendengar kata KAPITA SELEKTA, tapi tahukah Anda apa pengertian dari kata tersebut? Sebelum memulai pembahasan mengenai judul kita, mari kita bahas terlebih dahulu pengertian dari KAPITA SELEKTA!

Seorang ahli ilmu pengetahuan hukum, J.C.T Simorangkir, menyatakan bahwa kapita selekta adalah kumpulan karangan yang masing-masing menguraikan sesuatu persoalan, namun persoalan yang diuraikan tersebut termasuk dalam lingkungan sebuah ilmu pengetahuan.
 Paulus Widiyanto
Ketua Masyarakat Cipta Media
Konslutan Rumah Perubahan LPP

Nah, kali ini kita akan membahas kapita selekta mengenai Anatomi Regulasi Penyiaran Indonesia. Ketua Masyarakat Cipta Media, yaitu Bp. Paulus Widiyanto menyatakan bahwa dasar dari sebuah penyiaran adalah telekomunikasi dimana terjadi pemancaran, pengiriman maupun penerimaan pesan dalam bentuk tanda, isyarat, suara, radio dan sistem elektromagnetik lainnya. Dalam hal ini, masalah penyiaran telekomunikasi diatur dalam Undang-undang no. 36/1999.

Lalu, apa yang dimaksud dengan penyiaran? Penyiaran merupakan kegiatan dari telekomunikasi tersebut, yaitu kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran di darat, laut maupun antariksa dengan spektrum frekuensi radio. Undang-undang yang mengatur tentang penyiaran yaitu UU no.32/2002. Negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran demi kemakmuran rakyat. Menurut Bp. Paulus Widiyanto yang juga seorang Konsultan Rumah Perubahan LPP, Negara Indonesia tengah mengalami krisis frekuensi yang dapat menganggu sistem penyiaran Indonesia.
Tidak semua instansi diberi kebebasan untuk melakukan penyiaran, hanya lembaga penyiaran yang memiliki hak penyiaran. Lembaga penyiaran wajib melakukan fungsi, tugas dan tanggung jawabnya yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lembaga yang berwenang melakukan penyiaran yaitu sebagai berikut :

  • ·         Lembaga Penyiaran Publik
Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.
Contoh : TVRI dan RRI

  • ·         Lembaga Penyiaran Swasta
Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum di Indonesia, yang bidang usahanya khusus menyelenggarakan siaran radio atau siaran televisi. Lembaga siaran swasta didirikan oleh warga negara atau badan hukum Indonesia yang tidak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan dalam kegiatan yang menentang Pancasila. Warga negara asing dilarang menjadi pengurus, kecuali untuk bidang keuangan dan teknik. Peraturan tentang lembaga prenyiaran swasta diatur dalam UU Penyiaran no.32/2002.
Contoh : SCTV, RCTI, TransTV, Indosiar, dll.

  • ·         Lembaga Penyiaran Komunitas
Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan radio dan televisi, yang memberikan pengakuan secara signifikan terhadap supervisi dan evaluasi oleh anggota komunitasnya, melalui sebuah lembaga supervisi yang khusus didirikan untuk mencapai tujuan tersebut. Lembaga ini bergerak di bidang pelayanan siaran yang berbentuk badan hukum Indonesia , didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, tidak komersial, daya pancar rendah, jangkauan terbatas dan melayani kepentingan komunitasnya. Peraturan mengenai lembaga penyiaran komunitas diatur dalam UU Penyiaran no.32/2002 pasal 2 ayat 1. Seringkali disebut juga dengan sebutan low power broadcasting karena hanya berbentuk yayasan dan non-komersial.
Contoh : Radio Untar, MJTV (Yogyakarta), SEDC-TV (Jawa Barat).

  • ·         Lembaga Penyiaran Berlangganan
Lembaga penyiaran yang bersifat komersil, berbentuk badan hukum Indonesia, bidang usahanya yaitu mengeluarkan jasa penyiaran berlangganan, dan wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran terlebih dahulu. Peraturan mengenai lembaga penyiaran berlangganan diatur dalam UU no.32/2002 tentang Penyiaran, UU no.52/2005 dan Peraturan Menteri no.41/2012 pasal 8 ayat 1.
Contoh : Indovision, Skynindo Kabel Vision, dll.


Sebagai lembaga penyiaran tentu saja memiliki fungsi serta tanggung jawab yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, yakni UU no.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Berikut diuraikan fungsi dan tanggung jawab sebagai lembaga penyiaran :

Fungsi Media Penyiaran (UU no.32 tahun 2002 pasal 4) :
·            Media informasi
·            Media pendidikan
·            Hiburan yang sehat
·            Kontrol sosial
·            Perekat sosial
·            Ekonomi
·            Kebudayaan

Tanggung Jawab Media Penyiaran (UU no.32 tahun 2002 pasal 3) :
·         Memperkukuh integrasi nasional
·         Terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa
·         Mencerdaskan kehidupan bangsa
·         Memajukan kesejahteraan umum
·         Membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera
·         Menumbuhkan industri penyiaran Indonesia

Sebagai lembaga penyiaran, tentu saja harus menganut asas yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Sebagai media komunikasi massa, lembaga penyiaran memiliki asas-asas sebagai berikut :

·         Manfaat
·         Adil dan merata
·         Kepastian hukum
·         Keamanan
·         Keberagaman
·         Kemitraan
·         Etika
·         Kemandirian
·         Kebebasan
·         Tanggung Jawab

Dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya, lembaga penyiaran memiliki pedoman atau standar program isi siaran yang wajib dipatuhi lembaga penyiaran. Pedoman perilaku penyiaran menentukan Standar Program Siaran (SPS) yang berkaitan dengan :

·         Rasa hormat terhadap pandangan agama
·         Rasa hormat terhadap hak pribadi
·         Kesopanan dan kesusilaan
·         Pembatasan adegan seks
·         Kekerasan dan sadisme
·         Perlindungan terhadap anak-anak, remaja dan perempuan
·         Penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak
·         Penyiaran program dalam bahasa asing
·         Ketepatan dan kenetralan program berita
·         Siaran langsung dan siaran iklan

Tentu saja dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya, lembaga penyiaran Indonesia diawasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI adalah lembaga negara yang bersifat independen dan kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya, berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Wewenang dan lingkup tugas KPI meliputi pengaturan penyiaran yang diselenggarakan oleh lembaga penyiaran publik, swasta dan komunitas. Lembaga ini juga sebagai wujud peran masyarakat dalam mengawasi penyiaran yang ada di Indonesia.

Bagi lembaga penyiaran yang tidak mematuhi peraturan penyiaran yang telah diberlakukan, maka akan dikenakan sanksi administratif meliputi :

·         Teguran tertulis
·         Penghentian sementara acara yang bermasalah
·         Pembatasan waktu siaran dan durasi
·         Denda administratif
·         Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu
·         Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran
·         Pencabutan izin penyelenggaran penyiaran

Walaupun sanksi yang dikenakan terlihat menakutkan pihak lembaga penyiaran, namun pada praktiknya lembaga penyiaran di Indonesia dengan mudahnya menyepelekan sanksi-sanksi tersebut. Jika terlibat dalam sebuah kasus yang mengakibatkan pencabutan izin penyelenggaraan, maka pihak lembaga penyiaran hanya akan mengganti nama dari acara yang diberhentikan tersebut, atau mengganti nama siaran jika lembaga tersebut dihentikan. Misalnya, acara variety show Empat Mata yang telah ditegur berkali-kali dan kemudian dicabut ijin siarannya, berganti menjadi Bukan Empat Mata.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa sebuah lembaga penyiaran harus memiliki anatomi layaknya tubuh manusia, terstruktur, terorganisir dan memiliki pedoman sistem kerja sebagai acuannya. Lembaga penyiaran hendaklah mengikuti segala aturan main yang telah diberlakukan, memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada khalayak, karena lembaga penyiaran menggunakan tanah, air, udara dan frekuensi milik rakyat, maka dari itu hendaklah dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pemberian informasi yang aktual, netral dan akurat.




Sumber :

Slide presentasi Bp. Paulus Widiyanto
Agus Sudibyo, 2004, Ekonomi Politik Media penyiaran, LkiS, Yogjakarta.
Effendy Gazali, 2003, Kontruksi Sosial Lembaga Penyiaran, Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI, Jakarta.
Undang Undang Nomer 32 tahun 2002.


Frekuensi di Indonesia sangat krisis, dan hal tersebut cukup mengganggu jalannya penyiaran. Sebenarnya, apa yang terjadi dengan frekuensi kita? Apakah tanah, udara dan frekuensi milik rakyat dimanfaatkan dengan cara yang benar? Yuk, simak trailer dari "Dibalik Frekuensi" karya Ucu Agustin yang bercerita tentang seorang jurnalis diperlakukan tidak adil oleh salah satu lembaga penyiaran swasta.

No comments:

Post a Comment