Thursday, September 17, 2015

Humas di Universitas Tarumanagara

Topik pembahasan di kelas Kapita Selekta pada hari Kamis tanggal 17 September 2015 ialah Humas di Universitas Tarumanagara yang dibawakan oleh dosen Kehumasan Universitas Tarumanagara yaitu Bapak Yugih Setyanto, S.Sos., M.Si. 


Dan kelas Kapita Selekta kali ini juga dihadiri oleh Kepala Humas Universitas Tarumanagara yaitu Ibu Dra. Paula Tjatoerwidya Anggarina, M.M. 


Dalam pertemuan kelas Kapita Selekta kali ini Bapak Yugih menjelaskan kepada kami tentang apa saja yang termasuk kedalam  PR (Public Relations) profit dan PR non profit.  
  • PR profit        : Institusi atau organisasi
  • PR non profit : Pemerintah
Selain itu, Bapak Yugih juga menjelaskan bahwa dalam perguruan tinggi kerja PR itu istimewa. Walau perguruan tinggi mencari profit/keuntungan, tapi perguruan tinggi pun memberikan pelayanan sosial.

PR Universitas Tarumanagara (Untar) menciptakan dan membangun hubungan harmonis Untar dengan masyarakat (internal dan eksternal), mempromosikan dan meningkatkan citra baik Untar, serta mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan agar berjalan seiring.
  • Public Internal    : Publik yang berada di dalam sebuah institusi yang bisa dikendalikan oleh PR,    co : Karyawan
  • Publik Eksternal : Publik yang berada di luar sebuah  institusi yang tidak bisa dikendalikan oleh PR, co : Media Massa
PR Untar sudah menjalankan hubungan eksternal dengan baik/maksimal khususnya kepada pemerintahan. 

Selain itu, Untar juga ingin meningkatkan jalinan hubungan eksternal-nya dengan media massa agar Untar dapat mempublikasikan hal-hal positif yang dipunyai Untar. Maka dari itu Untar melakukan media relations, dengan cara:
  • Media visit : Untar berkunjung ke media cetak (koran), yaitu kantor harian Media Indonesia, kantor harian Kompas, dan kantor harian KompasTV.
  • Membuat press release : tulisan PR mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan Untar. Selain itu, Untar pun ingin media mengetahui bahwa Untar memiliki Humas. (Press Release harus mengandung news value), co : FSRD Untar ulangtaun dan menjadi salah 1 peserta dari IKODI
  • Press conference : PR mengundang media untuk meliput suatu acara/kegiatan yang diselenggarakan oleh Untar, co : Untar ulangtaun yang ke 55 di Ciputra World
  • Media gathering : upaya PR mengundang media, tapi bukan untuk meliput suatu kegiatan/acara, melainkan untuk bertukar pikiran dengan media. Bukan untuk melakukan publikasi, tapi mendekatkan diri dengan media. Sifat media gathering itu informal.
  • Mengenalkan para pakar yang Untar miliki sebagai narasumber untuk publikasi.
Tugas PR bidang Internal, yaitu:
  1. Mengelola media publikasi internal
  2. Mendukung pelaksanaan kegiatan yang dilakukan universitas, fakultas, lembaga-lembaga yang terdapat di dalam Untar ( BEM dan DPM pusat )
  3. Mendokumentasikan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan


Tuesday, September 15, 2015

Tantangan & Perubahan pada Media Komunikasi.

Topik pembahasan pertemuan kali ini di kelas Kapita Selekta ialah Tantangan & Perubahan pada Media Komunikasi. Pada hari itu Kamis 10 September 2015, kita kedatangan dosen tamu Bapak Widyatmoko Kukuh Sanyoto yang merupakan seorang dosen, pengarang buku dan jurnalis. Bapak Widyatmoko Kukuh Sanyoto, yang mempunyai banyak sekali pengalaman hidup bahwa masa depan diri sendiri tidak dapat ditentukan oleh orang lain, melainkan dari diri sendiri.



Menurut beliau kekuatan media yang terus berkembang mengakibatkan terjadinya evolusi dalam kehidupan manusia. Awalnya hanya disampaikan dari mulut ke mulut hingga saat ini pesan dapat disampaikan melalui radio, televisi bahkan handphone. Telah terjadi perubahan yang sangat besar pada alat komunikasi. 


Dan kemajuan teknologi telah mempengaruhi teknologi komunikasi sehingga peradaban manusia pun berubah. Media komunikasi tidak dapat disamakan dengan media sosial. Berikut ini adalah beberapa point perbedaan keduanya.

Perbedaan
Media Komunikasi
Media Sosial
Yang membatasi
Pemilik media
Para konsumen
Kontrol
Brand
Konsumen
Jenis komunikasi
Satu arah
Dua arah
Sifat pesan
Mengulang pesan yang ada
Mengadaptasi pesan
Fokus
Brand
Konsumen
Sifat
Menghibur
Mempengaruhi dan melibatkan
Pembuat konten
Perusahaan
Para pengguna


        
         Media terus memperbaharui dirinya seiring perkembangan jaman. Tidak hanya perubahan pada fisik, melainkan perubahan dari dalam pun juga diperbaharui. Seperti yang dikatakan di atas, jika jaman dulu media hampir secara keseluruhan dipegang oleh para pemiliknya, maka saat ini masyarakat mempunyai tempat tersendiri untuk mempengaruhi para media. 

            Sebelum menutup pelajarannya Bapak Kukuh menyimpulkan bahwa kemajuan  tekhnologi membuat dan membawa perubahan dalam akses komunikasi seperti :
  1. Menjangkau keseluruh dunia
  2. Mencari peluang akan munculnya perubahan pasti
  3. Akses Transfer yang rill menjadi perubahan bagi kehidupan dimasyarakat baik dalam hal positf ataupun negatif


Wednesday, September 9, 2015

Lanskap Media di Indonesia

    

LANDSKAP MEDIA DI INDONESIA



P
erkembangan media yang kini sudah mengalami kemajuan dapat kita rasakan perbedaanya, dulu media dikontrol oleh Pemerintah yang menyebabkan terbatasannya informasi yang diperoleh masyarakat. Sebagai contoh adanya pembatasan terhadap pers dengan adanya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) sesuai dengan Permenpen 01/1984 Pasal 33h. Dengan definisi ”pers yang bebas dan bertanggung jawab”, SIUPP merupakan lembaga yang menerbitkan pers dan pembredelan. 
Terjadinya pembredelan Tempo, Detik, Editor pada 21 Juni 1994, mengisyaratkan ketidakmampuan sistem hukum pers mengembangkan konsep pers yang bebas dan bertanggung jawab secara hukum. Ini adalah contoh pers yang otoriter yang di kembangkan pada rezim orde baru. Pada Tahun 1998 terlihat titik cerah atas lahirnya kebebasan pers di Indonesia, yang selama ini hanya memberitakan kepentingan pemerintah dengan membungkam seluruh masyarakat indonesia supaya menerima atas apa
yang diberitakan. Kebebasan di Indonesia dalam era reformasi ditandai    dengan lahirnya UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Dengan adanya UU Pers tersebut, setiap orang boleh menerbitkan media massa tanpa harus meminta ijin kepada pemerintah seperti sebelumnya. Pers dalam era reformasi tidak perlu takut kehilangan ijin penerbitan jika mengkritik pejabat, baik sipil maupun militer.
 Dengan UU Pers diharapkan media massa di Indonesia dapat menjadi salah satu di antara empat pilar demokrasi. Namun sayangnya kebebasan pers kini di Indonesia menjadi disalahgunakan dalam melakukan tugasnya. Hal ini dapat kita saksikan di industri media indonesia yang telah didorong oleh kepentingan modal. 

”Akibat konglomerasi dan kekuasaan modal yang semakin tak tertahankan, keberadaan pemilik media massa di ruang redaksi menjadi sangat dominan. Mereka bahkan mampu mencengkeram media massa yang sebenarnya selama ini bersikap independen,”kata Ignatius. Media massa kemudian hanya dijadikan sekadar corong demi kepentingan politik dan bisnis sang pemilik modal.















Sumber :

Slide Bapak Asep Saeffuloh 
https://eriek.wordpress.com/2010/03/06/media-dikuasai-pemilik-modal/
https://ivantoebi.wordpress.com/2008/12/19/pers-era-reformasi/

Wednesday, September 2, 2015

Anatomi Regulasi Penyiaran Indonesia

Kita seringkali mendengar kata KAPITA SELEKTA, tapi tahukah Anda apa pengertian dari kata tersebut? Sebelum memulai pembahasan mengenai judul kita, mari kita bahas terlebih dahulu pengertian dari KAPITA SELEKTA!

Seorang ahli ilmu pengetahuan hukum, J.C.T Simorangkir, menyatakan bahwa kapita selekta adalah kumpulan karangan yang masing-masing menguraikan sesuatu persoalan, namun persoalan yang diuraikan tersebut termasuk dalam lingkungan sebuah ilmu pengetahuan.
 Paulus Widiyanto
Ketua Masyarakat Cipta Media
Konslutan Rumah Perubahan LPP

Nah, kali ini kita akan membahas kapita selekta mengenai Anatomi Regulasi Penyiaran Indonesia. Ketua Masyarakat Cipta Media, yaitu Bp. Paulus Widiyanto menyatakan bahwa dasar dari sebuah penyiaran adalah telekomunikasi dimana terjadi pemancaran, pengiriman maupun penerimaan pesan dalam bentuk tanda, isyarat, suara, radio dan sistem elektromagnetik lainnya. Dalam hal ini, masalah penyiaran telekomunikasi diatur dalam Undang-undang no. 36/1999.

Lalu, apa yang dimaksud dengan penyiaran? Penyiaran merupakan kegiatan dari telekomunikasi tersebut, yaitu kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran di darat, laut maupun antariksa dengan spektrum frekuensi radio. Undang-undang yang mengatur tentang penyiaran yaitu UU no.32/2002. Negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran demi kemakmuran rakyat. Menurut Bp. Paulus Widiyanto yang juga seorang Konsultan Rumah Perubahan LPP, Negara Indonesia tengah mengalami krisis frekuensi yang dapat menganggu sistem penyiaran Indonesia.
Tidak semua instansi diberi kebebasan untuk melakukan penyiaran, hanya lembaga penyiaran yang memiliki hak penyiaran. Lembaga penyiaran wajib melakukan fungsi, tugas dan tanggung jawabnya yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lembaga yang berwenang melakukan penyiaran yaitu sebagai berikut :

  • ·         Lembaga Penyiaran Publik
Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.
Contoh : TVRI dan RRI

  • ·         Lembaga Penyiaran Swasta
Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum di Indonesia, yang bidang usahanya khusus menyelenggarakan siaran radio atau siaran televisi. Lembaga siaran swasta didirikan oleh warga negara atau badan hukum Indonesia yang tidak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan dalam kegiatan yang menentang Pancasila. Warga negara asing dilarang menjadi pengurus, kecuali untuk bidang keuangan dan teknik. Peraturan tentang lembaga prenyiaran swasta diatur dalam UU Penyiaran no.32/2002.
Contoh : SCTV, RCTI, TransTV, Indosiar, dll.

  • ·         Lembaga Penyiaran Komunitas
Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan radio dan televisi, yang memberikan pengakuan secara signifikan terhadap supervisi dan evaluasi oleh anggota komunitasnya, melalui sebuah lembaga supervisi yang khusus didirikan untuk mencapai tujuan tersebut. Lembaga ini bergerak di bidang pelayanan siaran yang berbentuk badan hukum Indonesia , didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, tidak komersial, daya pancar rendah, jangkauan terbatas dan melayani kepentingan komunitasnya. Peraturan mengenai lembaga penyiaran komunitas diatur dalam UU Penyiaran no.32/2002 pasal 2 ayat 1. Seringkali disebut juga dengan sebutan low power broadcasting karena hanya berbentuk yayasan dan non-komersial.
Contoh : Radio Untar, MJTV (Yogyakarta), SEDC-TV (Jawa Barat).

  • ·         Lembaga Penyiaran Berlangganan
Lembaga penyiaran yang bersifat komersil, berbentuk badan hukum Indonesia, bidang usahanya yaitu mengeluarkan jasa penyiaran berlangganan, dan wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran terlebih dahulu. Peraturan mengenai lembaga penyiaran berlangganan diatur dalam UU no.32/2002 tentang Penyiaran, UU no.52/2005 dan Peraturan Menteri no.41/2012 pasal 8 ayat 1.
Contoh : Indovision, Skynindo Kabel Vision, dll.


Sebagai lembaga penyiaran tentu saja memiliki fungsi serta tanggung jawab yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, yakni UU no.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Berikut diuraikan fungsi dan tanggung jawab sebagai lembaga penyiaran :

Fungsi Media Penyiaran (UU no.32 tahun 2002 pasal 4) :
·            Media informasi
·            Media pendidikan
·            Hiburan yang sehat
·            Kontrol sosial
·            Perekat sosial
·            Ekonomi
·            Kebudayaan

Tanggung Jawab Media Penyiaran (UU no.32 tahun 2002 pasal 3) :
·         Memperkukuh integrasi nasional
·         Terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa
·         Mencerdaskan kehidupan bangsa
·         Memajukan kesejahteraan umum
·         Membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera
·         Menumbuhkan industri penyiaran Indonesia

Sebagai lembaga penyiaran, tentu saja harus menganut asas yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Sebagai media komunikasi massa, lembaga penyiaran memiliki asas-asas sebagai berikut :

·         Manfaat
·         Adil dan merata
·         Kepastian hukum
·         Keamanan
·         Keberagaman
·         Kemitraan
·         Etika
·         Kemandirian
·         Kebebasan
·         Tanggung Jawab

Dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya, lembaga penyiaran memiliki pedoman atau standar program isi siaran yang wajib dipatuhi lembaga penyiaran. Pedoman perilaku penyiaran menentukan Standar Program Siaran (SPS) yang berkaitan dengan :

·         Rasa hormat terhadap pandangan agama
·         Rasa hormat terhadap hak pribadi
·         Kesopanan dan kesusilaan
·         Pembatasan adegan seks
·         Kekerasan dan sadisme
·         Perlindungan terhadap anak-anak, remaja dan perempuan
·         Penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak
·         Penyiaran program dalam bahasa asing
·         Ketepatan dan kenetralan program berita
·         Siaran langsung dan siaran iklan

Tentu saja dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya, lembaga penyiaran Indonesia diawasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI adalah lembaga negara yang bersifat independen dan kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya, berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Wewenang dan lingkup tugas KPI meliputi pengaturan penyiaran yang diselenggarakan oleh lembaga penyiaran publik, swasta dan komunitas. Lembaga ini juga sebagai wujud peran masyarakat dalam mengawasi penyiaran yang ada di Indonesia.

Bagi lembaga penyiaran yang tidak mematuhi peraturan penyiaran yang telah diberlakukan, maka akan dikenakan sanksi administratif meliputi :

·         Teguran tertulis
·         Penghentian sementara acara yang bermasalah
·         Pembatasan waktu siaran dan durasi
·         Denda administratif
·         Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu
·         Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran
·         Pencabutan izin penyelenggaran penyiaran

Walaupun sanksi yang dikenakan terlihat menakutkan pihak lembaga penyiaran, namun pada praktiknya lembaga penyiaran di Indonesia dengan mudahnya menyepelekan sanksi-sanksi tersebut. Jika terlibat dalam sebuah kasus yang mengakibatkan pencabutan izin penyelenggaraan, maka pihak lembaga penyiaran hanya akan mengganti nama dari acara yang diberhentikan tersebut, atau mengganti nama siaran jika lembaga tersebut dihentikan. Misalnya, acara variety show Empat Mata yang telah ditegur berkali-kali dan kemudian dicabut ijin siarannya, berganti menjadi Bukan Empat Mata.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa sebuah lembaga penyiaran harus memiliki anatomi layaknya tubuh manusia, terstruktur, terorganisir dan memiliki pedoman sistem kerja sebagai acuannya. Lembaga penyiaran hendaklah mengikuti segala aturan main yang telah diberlakukan, memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada khalayak, karena lembaga penyiaran menggunakan tanah, air, udara dan frekuensi milik rakyat, maka dari itu hendaklah dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pemberian informasi yang aktual, netral dan akurat.




Sumber :

Slide presentasi Bp. Paulus Widiyanto
Agus Sudibyo, 2004, Ekonomi Politik Media penyiaran, LkiS, Yogjakarta.
Effendy Gazali, 2003, Kontruksi Sosial Lembaga Penyiaran, Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI, Jakarta.
Undang Undang Nomer 32 tahun 2002.


Frekuensi di Indonesia sangat krisis, dan hal tersebut cukup mengganggu jalannya penyiaran. Sebenarnya, apa yang terjadi dengan frekuensi kita? Apakah tanah, udara dan frekuensi milik rakyat dimanfaatkan dengan cara yang benar? Yuk, simak trailer dari "Dibalik Frekuensi" karya Ucu Agustin yang bercerita tentang seorang jurnalis diperlakukan tidak adil oleh salah satu lembaga penyiaran swasta.